Minggu, Agustus 17, 2025
Google search engine
spot_img

Air Kita Dijual, PAD Kita Nol: Sampai Kapan Buteng Diam?

OPINI, PancanaNews.com – Di tengah krisis kepercayaan publik terhadap tata kelola sumber daya, Buton Tengah akhirnya tiba di persimpangan sejarah.

Drama panjang soal pengelolaan air bersih yang selama ini dikuasai oleh Perumda Tirta Takawa milik Pemkab Buton, di luar kontrol dan kontribusi bagi Buton Tengah, tidak bisa lagi dianggap angin lalu. Kini saatnya kita bertanya lantang: sampai kapan kita diam ketika air kita sendiri dijual, tapi tidak ada sepeser pun masuk ke kas daerah?

Sejak pemekaran 11 tahun lalu melalui Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2014, status Buton Tengah sudah sah sebagai daerah otonom. Dalam Pasal 14 ayat (7) dan (8), disebut tegas bahwa seluruh aset milik Kabupaten Buton yang berada, digunakan, atau berkegiatan di wilayah Buteng, termasuk BUMD seperti PDAM, harus diserahkan ke Kabupaten Buton Tengah. Jika tidak dilaksanakan, Gubernur Sultra wajib menyelesaikan dalam waktu 1 tahun.

Tapi faktanya, satu dekade berlalu, air tetap dikelola dari luar, tanpa dasar hukum, tanpa kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan ironisnya tanpa suara keberatan yang cukup keras selama ini.

Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) DPRD Buteng, segalanya meledak. Forum Rakyat Air Buteng (FORAIR-BUTENG) menyodorkan data: air dikelola tanpa MoU, tarif dipungut tanpa transparansi, tidak ada kontribusi bagi PAD, dan diduga melanggar UU No. 17/2019 tentang Sumber Daya Air serta PP No. 30/2024.

Para legislator akhirnya bergerak: membentuk Panitia Khusus (Pansus) dan Tim Bersama Pemda Buteng untuk mengambil alih aset serta memutus operasional ilegal PDAM Buton di wilayah Buteng.

Ini langkah besar. Namun langkah ini tak cukup jika hanya berhenti di gedung dewan. Kita butuh eksekutif yang tegas, berani, dan berpihak pada rakyat.

Air bukan sekadar komoditas. Air adalah kebutuhan mendasar, hak hidup rakyat, dan sumber kedaulatan ekonomi daerah. Ketika air kita dikelola orang lain tanpa kontribusi, itu bukan sekadar pelanggaran administrasi, itu perampasan sumber daya.

Buton Tengah membutuhkan pemimpin yang tidak ragu bertindak. Pemimpin yang tidak sekadar menunggu legalitas dari meja rapat, tapi berani mengeksekusi berdasarkan regulasi yang sudah jelas.

Tidak ada ruang lagi untuk kompromi ketika sumber kehidupan rakyat dikelola tanpa hak. Bukan hanya demi PAD, tetapi demi kedaulatan daerah dan keadilan sosial.

Kita sudah terlalu lama diam. Kini saatnya Buteng bangkit. DPRD sudah menyalakan api keberanian, kini kita menanti kepala daerah yang berani memimpin, bukan sekadar memerintah. (Adm)

spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img
spot_img

Baca Juga