Opini, PancanaNews.com – Berulang kali Buton Tengah menjadi saksi bagaimana acara joget bukan lagi sekadar hiburan rakyat, tetapi berubah menjadi sumber malapetaka.
Terbaru, pada 3 Juli 2025 di Desa Gumanano, Kecamatan Mawasangka, seorang warga berinisial LK diduga menikam tiga orang hanya karena ditegur setelah menggeber motor di tengah keramaian joget. Acara yang semestinya menjadi wadah kebersamaan justru menyisakan luka, trauma, dan amarah.
Fakta ini bukan kasus tunggal. Hampir setiap tahun, acara joget di wilayah ini meninggalkan jejak perkelahian, penganiayaan, dan konflik berkepanjangan.
Namun apa yang dilakukan pemerintah? Lagi-lagi hanya mengeluarkan surat edaran dan instruksi tanpa keberanian menindak tegas.
Surat Edaran 100.214 Tahun 2025 hanya berisi anjuran agar panitia acara berkonsultasi dengan Polsek. Instruksi Bupati Nomor 100.3.4.2/244/2025 sekadar menyuruh camat dan kepala desa sosialisasi larangan dan koordinasi dengan aparat.
Tidak ada larangan penuh, tidak ada sanksi nyata, tidak ada keberanian memutus mata rantai sumber konflik.
Inilah yang disebut kebijakan setengah hati. Pemkab Buton Tengah seolah hanya ingin memenuhi kewajiban administratif, menulis di atas kertas agar terlihat bertindak, tetapi enggan mengambil keputusan sulit.
Pemerintah tampak lebih sibuk menjaga citra daripada menjaga nyawa. Ketakutan akan kehilangan simpati politik lebih dominan daripada keberanian menegakkan aturan demi keselamatan masyarakat.
Sementara itu, masyarakat terus menanggung akibatnya. Setiap surat edaran tanpa tindakan hanya menambah daftar panjang korban berikutnya.
Setiap acara joget tanpa pengendalian hanya tinggal menunggu waktu untuk kembali memakan korban. Dan pemerintah akan berlindung di balik frasa klasik: “Kami sudah keluarkan edaran.” Padahal yang dibutuhkan bukan edaran, melainkan keberanian untuk bertindak nyata.
Saatnya Pemkab Buton Tengah mengambil keputusan penuh: larang total acara joget di wilayah rawan. Jangan lagi ada ruang bagi panitia untuk mencari celah di balik kata “konsultasi” atau “koordinasi.” Tetapkan sanksi yang tegas dan pengawasan yang berjalan. Berikan alternatif hiburan yang mendidik dan aman, bukan yang berulang kali memicu konflik.
Karena nyawa warga terlalu mahal untuk dikorbankan hanya demi sebuah acara joget yang kehilangan makna. Dan surat edaran tanpa keberanian hanyalah simbol kelemahan pemerintah dalam menjalankan amanatnya: melindungi rakyat.
Penulis : Syaud Al Faisal