Buton Tengah, PancanaNews.com – Lembaga Swadaya Masyarakat Garansi Unitas Demokrasi (LSM-Garuda) menegaskan akan menempuh jalur hukum terhadap akun Facebook bernama “Miendo Kantori” yang dinilai kerap memuat pernyataan provokatif dan menyerang Desa Wasilomata, Kabupaten Buton Tengah.
Direktur LSM-Garuda, Rahim, yang juga merupakan salah satu warga Wasilomata, mengatakan pihaknya telah mengantongi sejumlah bukti unggahan akun tersebut yang dianggap mengarah pada provokasi dan berpotensi menimbulkan perpecahan di masyarakat.
Ia menduga akun ini menggunakan identitas palsu (fake account) sehingga sulit dipertanggungjawabkan secara terbuka.
“Kami akan cari tahu siapa di balik akun ini. Tidak punya etika, berbicara sembarangan tanpa data, dan memancing perpecahan,” tegas Rahim, Jumat (8/8/2025).
Salah satu unggahan yang memicu kemarahan warga berbunyi:
“Kemarin kau hina-hina, olok-olok Desa Wasilomata Kampana’a, sekarang kau cari cara menghalalkan segala cara untuk datang dan cari muka di…”
Bagi Rahim, kalimat tersebut bukan sekadar kritik, melainkan sudah masuk kategori ujaran provokatif yang dapat memancing reaksi negatif. Ia menilai, serangan semacam ini bisa berkaitan dengan dinamika politik pasca Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
“Bisa saja karena kalah di Pilkada, lalu muncul sentimen negatif terhadap Desa Wasilomata,” ujarnya.
Sejumlah warganet juga menunjukkan reaksi keras di kolom komentar unggahan akun “Miendo Kantori”. Salah satunya menulis:
“Sebenarnya saya tidak menyangka bahwa anda setolol ini. Miendo Kantori tempatnya di tong sampah kayaknya, sehingga di pikiran adanya cuma kotoran…”
Komentar lain menyebut, pemilik akun tersebut belum mampu menerima realitas politik.
“Pikiran orang ini mungkin masih diselimuti orang dendam, makanya dunia politiknya belum move on.”
Bagi Rahim, tanggapan warganet tersebut menjadi indikasi bahwa masyarakat tidak menginginkan media sosial dijadikan arena saling serang, apalagi dengan identitas yang tidak jelas.
LSM-Garuda akan membawa kasus ini ke ranah hukum berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) beserta perubahannya.
Dalam UU ITE, terdapat ketentuan yang mengatur larangan menyebarkan informasi yang menimbulkan kebencian atau permusuhan berdasarkan SARA (Pasal 28 ayat 2) maupun pencemaran nama baik (Pasal 27 ayat 3).
Jika terbukti, pelaku dapat diancam pidana penjara hingga 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar. Selain itu, penggunaan akun palsu untuk tujuan provokasi dapat memperberat dugaan pelanggaran, karena menunjukkan adanya niat untuk menghindari tanggung jawab hukum.
“Ini bukan sekadar soal nama desa yang diserang, tetapi soal menjaga ruang publik digital agar tetap sehat. Media sosial tidak boleh digunakan untuk memecah belah atau memancing konflik,” katanya.
Rahim pun menegaskan, langkah hukum terhadap akun “Miendo Kantori” bukan hanya untuk menghentikan provokasi terhadap Desa Wasilomata, tetapi juga sebagai peringatan bagi siapa pun yang mencoba melakukan hal serupa.
“Kita akan buktikan, media sosial tidak bisa dipakai seenaknya untuk menyerang pihak tertentu, apalagi jika tujuannya memecah belah. Semua akan kami proses sesuai hukum yang berlaku, termasuk melalui pasal-pasal di UU ITE,” tegasnya.
LSM-Garuda berencana melaporkan temuan ini kepada aparat penegak hukum dan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk melacak identitas asli pemilik akun.
Langkah tersebut diharapkan menjadi preseden bahwa kebebasan berpendapat di dunia maya tetap harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan mematuhi hukum. (Adm)