Opini, PancanaNews.com – Mini market modern seperti Indomaret bukan lagi hal baru, perusahan waralaba ini sangat mudah kita temukan di setiap kota di wilayah Indonesia, terkadang lokasinya pun saling berdekatan. Namun menjadi menarik jika perusahan waralaba raksasa di Indonesia seperti Indomaret ini hadir di desa-desa.
Gerai ritel dibawa naungan oleh PT. Indomarco tbk, ini sepertinya tengah gencar-gencarnya menyasar pasar hingga ke desa-desa. Tak terkecuali di Kabupaten yang baru mekar 11 tahun lalu, seperti Buton Tengah.
Awal kehadiran Indomaret di Kabupaten Buton Tengah bermula pada tahun 2023 lalu, dimana salah satu gerainya berlokasi di Kelurahan Watulea, Kecamatan Gu. Kehadirannya pun tak diterima begitu saja. pada April 2024 lalu pernah terjadi aksi protes dari Gerakan Rakyat Demokrasi dan Advokasi (GARDA) Buton Tengah. Mereka menila adanya gerai minimarket modern ini akan mematikan bisnis kecil dan pedagang tradisional di Buton Tengah.
Saya tidak begitu detail mendapat informasi mengenai tanggapan Pemda Buteng dengan adanya protes itu, hanya saja klaim dari teman-teman Garda Buteng, saat itu Pemda Buteng melalui Dinas DPM- PTSP, menyampaikan tidak akan mencabut izin operasional dari Indomaret yang sudah ada, tetapi tidak akan lagi menambah jumlah gerai. Hal itu juga dikuatkan oleh statemen Ketua Komisi 1 DPRD Buteng Samirun, melalui akun Facebook pribadinya yang di posting sehari lalu, ia menyampaikan 1 tahun lalu Dinas DPM- PTSP bersama DPRD Buteng telah menyepakati tidak akan ada lagi penambahan pembukaan gerai Indomaret di Buton Tengah.
Menariknya, selain di Kecamatan Gu, Indomaret justru telah membuka cabang di beberapa Kecamatan di Buteng, yakni di Mawasangka Tengah dan Kecamatan Lakudo. Selain itu juga, kabarnya, di Kecamatan Mawasangka Timur sudah mendapatkan titik lokasi, sementara di Kecamatan Mawasangka sementara dalam tahap pengajuan proposal.
Kehadiran salah satu minimarket waralaba terbesar di Indonesia ini sebenarnya ada dua hal yang dapat menjadi perdebatan. Pertama, Indomaret memiliki keunggulan dari kepemilikan modal yang besar dan akses distribusi yang jelas, sehingga masyarakat sebagai target market berkesempatan untuk mengakses barang-barang yang lengkap dan harga jual yang pasti. Kedua, Gerai dengan tampilan dan sistem managemen yang lebih tersistem dan modern, sering kali disebut sebagai sebuah kemajuan seperti di Kota-kota besar.
Kelebihan dari Indomaret ini sekaligus juga menjadi ancaman. Dalam jangka panjang, bisa merusak ekonomi daerah. Masyarakat dikhawatirkan akan lebih tertarik untuk mengunjungi toko modern dengan barang-barang lengkap dan harga jual pasti. Yang dapat mematikan usaha pedagang kecil dan tradisional di Buton Tengah, karena itu tadi, pedagang lokal tidak memiliki modal, akses distribusi, dan strategi pemasaran yang sama. Kemudian, Minimarket seperti Indomaret ini juga menjual barang-barang yang biasa dijual di pasar tradisional, seperti sayur, buah-buahan, telur dan daging. Sehingga ini bisa merugikan pedagang pasar yang menjual komoditas lokal.
Daerah seperti Buton Tengah, dengan jumlah penduduk hanya 121.745 jiwa (Data BPS, 2025). Dimana sebaran penduduknya pun juga ini tidak merata di tiap kecamatannya. Mestinya Pemda Buteng juga harus mengkaji secara matang-matang, dimana saja kecamatan yang layak adanya indomaret ini. Jangan semua kecamatan diperlakukan sama, Pemda harus ingat para pelaku ekonomi kecil menengah yang sudah ada. Karena ini juga berhubungan dengan market. Kecamatan kecil dengan populasi penduduk yang kecil dipaksakan untuk masuk indomaret. Dampaknya akan sangat terasa terhadap pelaku warung kelontong dan pedagang pasar lokal.
Sebagai pedagang warung kelontong di Baubau. Saya sedikit beri gambaran. Kenapa kami pelaku usaha warung kelontong di Kota Baubau ini masi bertahan padahal ada Indomaret dan Alfamidi. Pertama, karena populasi penduduk Kota Baubau lebih besar. Baubau juga menjadi daerah transit, yang hampir tiap hari dihinggapi kapal-kapal penumpang, ada beberapa kampus, sehingga kota Baubau menjadikannya salah satu kota sibuk di Timur Indonesia, aktivitas manusia hampir ada 24 jam.
Kemudian dari segi akses distribusi barang, kita yang di warung-warung 24 jam di Kota Baubau saat ini bisa akses barang pada distrubutor langsung. Jadi soal harga bisa berkompetisi dengan Indomaret. Tapi kalau di kampung-kampung seperti Kecamatan Mawasangka Timur, itu susah. Sales sja belum ada yang masuk. Barang harus ambil di Baubau, atau ambil di mobil kanfas. Soal harga itu sudah kalah saing
Jadi semestinya Pemerintah daerah tidak memberikan izin secara brutal, Pemda harus mengkaji daerah-daerah mana saja yg sudah layak dan belum layak dibangunnya Indomaret ini. Pemda seharusnya berupaya untuk melindungi warung dan minimarket lokal dengan mendorong kemajuan perekonomian di bidang UMKM dengan pemperdayakan para pelaku usaha yang sudah ada.
Saya juga meyakini bahwa warga lokal Buteng juga mampu membuat bisnis modern retail outlet (MRO), semacam toserba yang dimiliki oleh perorangan tanpa harus ada kehadiran raksasa minimarket itu. Apalagi orang Buteng ini dikenal sebagai pelaku bisnis yang memiliki kebiasaan berdagang sejak zaman dulu.
Pengganti Indomaret di Buteng
Di Buteng saat ini sudah terdapat toko serba ada (Toserba), beberapa Swalayan besar, yang dikelola oleh warga lokal. Selanjutnya, adanya program Pemerintah Pusat yakni Koperasi Desa Merah Putih (KOPDESMA) mestinya Pemda melihat ini sebagai peluang. Pemda bisa memanfaatkan KopDesma untuk membangun ritel modern seperti Indomaret. Atau BumDesma kerjasama antar desa.
Kalau mau buat hal yg sama tidak susah. Cukup modal dan keberanian Pemda Buteng, kalau ketersediaan modal tidak cukup di desa atau daerah, ajak para pelaku usaha lokal untuk berinvestasi. Usah seperti sembako ini bukan barang mati. Kalau dikelola dengan baik dan transparan saya yakin anak-anak muda Buteng pasti mau berinvestasi. Ini juga akan mempermudah Pemda untuk mengontrol inflasi dan lonjakan harga-harga kebutuhan pokok masyarakat.
Penulis : Amrin Lamena